SukuKolang merupakan salah satu dari 38 suku-suku kecil (kedaluan/ hameente) yang bermukim di Manggarai, yang pada masa reformasi Manggarai dimekarkan menjadi 2 wilayah, yaitu Manggarai Barat dan Manggarai Timur. Pemekaran terjadi pada tahun 2003 untuk Manggarai Barat dan tahun 2006 untuk Manggarai Timur. Masihbanyak masyarakat di kampung yang sampai saat ini menggunakan alat tradisional di atas untuk memasak. Sehingga tradisi untuk membuat periuk dari tanah terus dipertahankan oleh beberapa keluarga yang tinggal di wilayah Desa Bamo Kecamatan Kota Komba- Manggarai Timur Flores-Nusa Tenggara timur (Dus Fotografer1232ps) SukuBangsa yang mendiami wilayah Provinsi ini adalah Manggarai, Ngada, Nge Reo, Ende, Sikka, Larantuka, Solor, Alor, Rote, Sabu, Sumba, Lamaholot, Labala dan Kedang. Letak geografis Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah berada di antara 8° -12° Lintang Selatan dan 118° - 125° Bujur Timur. Semogasegera ada investigasi KemenDesa Informasi yang disampaikan Kemenkeu soal desa palsu patut ditindaklanjuti KemenDesa. SEBANYAK 34 desa di kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Nusa Tenggara Timur (NTT) terindikasi bermasalah dalam pengunaan dan pengelolaan dana desa.Liputan6.Selasa, 5 November 2019 13:50 WIB Sejumlah perangkat desa di BORONG Panitia Hari Pendidikan Nasional tingkat Kabupaten Manggarai Timur, Propinsi Nusa Tenggara, menggelar lomba tutur cerita rakyat Manggarai Timur dari tingkat sekolah dasar/MI, sekolah Menengah Pertama/ MTs sampai tingkat SMA/MA dan SMK. - Panitia Hari Pendidikan Nasional tingkat Kabupaten Manggarai Timur, Propinsi Nusa Tenggara Sejak2010 beliau telah bersama masyarakat Manggarai Timur dan membangun daerah," ucap Bupati Agas didampingi Wakil Bupati Stefanus Jaghur dan Sekda, Boni Hasudungan. "Kesedihan dan kehilangan ini menyakitkan untuk kita semua tetapi Tuhan lebih mencintainya dan membutuhkannya di surga. CeritaRakyat Bugis "LAGALIGO". Epik ini dimulai dengan penciptaan dunia. Ketika dunia ini kosong (merujuk kepada Sulawesi Selatan), Raja Di Langit, La Patiganna, mengadakan suatu musyawarah keluarga dari beberapa kerajaan termasuk Senrijawa dan Peretiwi dari alam gaib dan membuat keputusan untuk melantik anak lelakinya yang tertua, La Toge 5nQKKJI. ASAL MULANYA DANAU RANA MESE Oleh Efan boyllond ada zaman dahulu di kampung TeberManggarai Timur hiduplah sepasang suami istri bernama Kae Anu dan Ngkiong Molas Liho. Mereka tinggal dalam sebuah rumah yang merupakan warisan dari orang tua Kae Anu. Rumah tersebut sudah sangat tua dan banyak sekali tiang dan papannya yang sudah lapuk termakan usia. Pada suatu hari berkatalah Kae Anu kepada istrinya,”Enu…rumah ini sudah sangat tidak layak lagi untuk dihuni, alangkah lebih baik kalau kita membuat rumah yang baru lagi”. “Tetapi membuat rumah itu sangat sulit dan membutuhkan waktu yang sangat lama, suamiku. Lebih baik kita tinggal di pondok saja, kamu bahkan tidak mempunyai keahlian dalam membuat rumah”Kata istrinya. “Ah, kamu tenang saja. Meskipun saya tidak memiliki keahlian dalam membuat rumah tetapi saya akan tetap berusaha mencobanya”. Akhirnya Kae Anu memutuskan untuk mencari pohon untuk dijadikan balok di hutan. Setelah menyiapkan bekal utuk semingu, berangkatlah kae Anu ke sebuah hutan yang di dalamnya banyak sekali terdapat pohon Pinis sekarang hutan tersebut telah menjadi sebuah kampung yang bernama kampung Pinis. Di sana Kae Anu mulai menebang kayu dan membuatnya menjadi balok. Sudah beberapa hari Kae Anu di hutan dan kayu baloknya sudah semakin banyak. Ngkiong molas liho,istrinya, sangat cemas dan takut kalau Kae Anu diserang oleh binatang buas di hutan.” Semoga tidak terjadi apa-apa dengan suamiku”do’anya daam hati. Pada suatu siang ketika Kae Anu sedang menebang pohon, dia melihat seekor munggissejenis tikus hutan berlari ke arahnya dan bersembunyi di bawah ranting-ranting pohon yang sudah dipotongnya. Tidak lama setelah itu dia melihat lagi beberapa ekor musang datang dan mengendus-endus seolah-olah sedang mencari sesuatu, namun Kae Anu tidak mempedulikanya dan terus menebang pohon tersebut. Ketika sedang asyik menebang pohon, dia tersentak ketika ada empat orang yang secara tiba-tiba datang berlari ke arahnya. Orang-orang itu sama sekali tidak dikenalnya. “Maaf Tuan, apakah anda melihat ada Motang Babi Hutan yang baru saja lewat disini?” Kae Anu tidak menjawab namun dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Tetapi Tuan, lihatlah! Anjing-anjing kami mengendus-endus disekitar sini. Pasti motangnya jugaberada disekitar tempat ini” Ketika mereka menyebut kata anjing dan menunjukan kearah beberapa ekor musang tersebut, tersadarlah Kae anu bahwa tenyata orang-orang yang berada dihadapannya bukanlah manusia seperti dirinya tetapi mereka adalah daratMahluk Halus dan musang-musang itu adalah anjing-anjing mereka. Kae Anu menjadi sangat takut. “Tuan, saya tidak melihat babi hutan yang lewat disini tetapi saya hanya melihat tikus kecil ini”Kata Kae anu sambil memungut tikus yang bersembunyi dibalik ranting-ranting pohon lalu memukulnya dengan sebilah kayu. Darat tersebut sangat terperanjat dan berterik kegirangan. “Ya ampun tuan, ini adalah babi hutan yang kami cari-cari dari tadi.”kata mereka sambil bersorak kegirangan. “Lihatlah! Betapa besarnya babi hutan ini”Kae Anu semakin tercengang-cengang. Tikus kecil ini mereka anggap sebagi babi hutan yang besar?.Benar-benar aneh,gumanya dalam hati. Kemudian keempat mahluk halus itu mengangkat tikus kecil tersebut namun tiba-tiba mereka menurunkanya kembali.” Aduh, babi hutan ini sangat berat… padahal kita ini berempat tetapi kita tidak mampu mengangkatnya”Kata salah seorang dari mereka sambil tersengal-sengal. Mereka berulangkali mencoba mengangkat tikus yang menurut mereka adalah babi hutan yang besar itu namun lagi-lagi dilepaskanya kembali. Kae anu memandang mereka sambil terheran-heran. Diangkatnya tikus kecil itu hanya dengan satu tangan lalu menyodorkan kepada merka. Keempat mahluk halus itu membelalakan matanya ketika Kae Anu dengan entengnya mengangkat tikus kecil itu. Mereka sangat tercengang-cengang. “Ya ampun…kuat benar tuan ini, hanya dengan satu tangan dia bisa mengangkat babi hutan yang sangat besar ini”Kata mereka seakan-akan tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. “Apakah tuan itu memiliki kekuatan gaib?”Tanya mereka kepada Kae Anu. Kemudian Kae Anu menceritakan siapa dirinya yang sebenarnya kepada mereka dan apa tujuan dia datang ke hutan itu. Keempat darat tersebut berbalik menjadi sangat takut dan hendak melarikan diri namun dicegah oleh Kae Anu. “Tenanglah tuan-tuan, saya tidak akan mencelakai kalian. Saya akan menolong tuan-tuan utuk membawakan babi hutan ini ke kampung tuan”ujarnya kepada mereka. Keempat mahluk halus itu pun akhirnya menyetujui tawaran dari Kae Anu. “Terimaksih atas budi baik tuan”Kata Mereka dengan penuh rasa hormat dan kemudian menunjukan jalan menuju kampung dimana mereka tinggal. “tenanglah tuan, tidak jauh dari sini ada jalan raya yang menuju kampung kami”Kata mereka. Ternyata jalan raya yang mereka maksudkan adalah sebuah sungai sekarang diberi nama Wae Dingin. Sesampainya di kampung mereka, kae Anu semakin tercengang-cengang. Ternyata kampung mereka adalah sebuah danau kecil bernama Rana Nekes, dan yang lebih anehnya lagi, rumah yang mereka tempati hanyalah sepotong helungbuluh/ sejenis bambu kecil yang mengapung di atas danau. Disana banyak sekali helung yang mengapung dan semuanya adalah rumah para warga mahluk halus rana Nekes. Keempat mahluk halus tersebut langsung mengajak Kae anu menuju rumah gendang. Disana sudah menunggu tua-tua adat serta segenap warga kampung dan mereka menyambut Kae Anu dengan senang hati. Namun Kae Anu menolak untuk masuk karena dia tahu bahwa rumah tersebut akan tenggelam apabila dia menginjaknya. “Tuan, biarkan saya tetap di luar karena saya takut rumah ini akan tenggelam apbila kaki saya menyentuhnya”Katanya kepada mereka. “Ah, tuan ini ada-ada saja…Jangan begitu, Nak…Mari siahkan masuk. Rumah ini sangatlah kokoh”Kata ketua Adat. Meskipun Kae Anu hanya menyentuh sedikit dengan ibu jari kakinya di ujung buluh atau helung tersebut, rumah para mahluk halus tersebut bergoncang sehingga membuat para warga yang berada di dalamnya berteriak ketakutan. Akhirnya mereka membiarkan Kae Anu tetap duduk di luar. Setelah berbincang-bincang cukup lama dengan ketua adat para mahluk halus tersebut, Kae Anu mengetahui bahwa dalam rumah adat tesebut ada pertemuan para warga. Mereka berencana ntuk berperang melawan kampung tetangga yaitu rana Hembok yang ingin menguasai wilayah mereka. “Bantulah kami tuan, saya tidak ingin warga kampung ini menjadi budak-budak dari warga rana Hembok.”Pinta Ketua Adat tersebut kepada kae Anu.”Tolong selamatkan kami tuan”. “Baiklah…saya akan ikut berperang melawan mereka”Kata Kae anu. Hari menjelag sore, Kae Anu memohon pamit kepada para mahluk halus untuk kembali pulang ke rumahnya yaitu di Teber. Mereka memberikan kae Anu daging tikus yang bagi mereka adalah babi hutan namun ditolak oleh Kae Anu. Akhirnya sebagai balas jasa, mereka membawa balok-balok milik kae Anu ke Teber. Anehnya balok besar yang menurut Kae Anu sangatlah berat, tetapi bagi mereka itu sangatlah ringan bahkan masing-masing dari mereka membawa sepuluh balok di bahunya. Hari berganti hari dan tibalah saatnya bagu kae Anu untuk ikut berperang melawan Rana Hembok. Kae anu menyiapkan peralatan perang seperti Nggilingtameng, tombak dan parang yang sudah diasah sehingga sangat tajam. Setelah perelengkapn perang sudah disiapkan, berangkatah kae Anu ke Rana nekes. Bunyi gong dan gendang dari rana hembok mulai terdengar dan pasukan perangnya sudah bersiap siaga menunggu bunyi gong dan gendang dari Rana Nekes. Sementara itu, pasukan rana Nekes yang jumlahnya sangat sedikit itu menunggu kae Anu dengan perasaan cemas dan takut kalau kae Anu sendiri tidak jadi datang. Ketika Kae Anu tiba di Rana Nekes, semua darat Rana Nekes melompat kegirangan. Kae Anu menyuruh mereka berkumpul. Tetapi darat-darat tersebut sangat heran tatkala melihat kae Anu tidak membawa perlengkapan perang seperti yang mereka punya. “Dimana peralatan perangmu tuan?”Tanya salah seorang dari mereka. “Ini tuan”jawab kae Anu.”pokoknya kalian tenang saja”. Kae anu sendiri sangat heran karena darat-darat tersebut tak satupun yang membawa parang atau tombak tetapi ditangan mereka masing-masing menggenggam belut dan ikan. “Tunggu dulu!”Seru Kae Anu. “Biasaya kalau berperang, kaum darat menggunakan apa sebagai alat perangnya?”Tanya Kae Anu Kepada Mereka. “Tombak dan Parang”Jawab mereka serempak sambil menunjukan belut dan ikan. Mendengar hal tersebut mengertilah Kae Anu bahwa belut dan ikan bagi para mahluk halus adalah tombak dan parang. Kemudian berkatalah Kae Anu kepada mereka“Biar aku saja yang berperang melawan mereka dan kalian sendiri harus pergi menjauh dari tempat ini”. “Tetapi tuan, jumlah mereka sangat banyak dan peralatan perang mereka juga sangat banyak”Kata mereka. “Tenanglah…kita pasti menang”Kata Kae Anu. “segera bunyikan gong dan gendang serta menjauhlah dari sini” Ketika gong dan gendang mulai dibunyikan, serempak pasukan Rana Hembok melemparkan belut dan ikan kearah Kae Anu. Dengan mudah Kae Anu memotong-motong belut dan ikan yang mereka lempar dan mengumpulkannya menjadi satu tumpukan besar. Setelah ikan dan belut yang mereka lempar habis, darat rana Nekes bersorak kegirangan karena mereka telah menang perang tanpa ada satu pun diantara mereka yang mati. Sesuai kesepakatanya maka rana Hembok harus tunduk kepada rana Nekes dan pada hari itu juga air dari rana hembok berpindah ke rana Nekes dan menjadi sebuah danau yang sangat besar dan luas. “Karena wilayah kalian sudah semakin luas dan besar maka saya menamakan kampung kalian yaitu Rana Mese”Kata kae Anu kepada mereka. Mereka semua sangat senang dan setuju dengan nama yang diberikan oleh kae Anu kepada kampung mereka sehingga sampai sekarang danu tersebut dikenal dengan nama danau Rana Mese. “Kami tidak dapat membalas budi baik tuan”Kata raja rana Mese kepada Kae Anu. “Akan tetapi izinkan kami membantu tuan untuk membangun kampung tuan menjadi lebih luas seperti kerajaan kami sekarang ini”. Kae Anu menyetujui tawaran dari Raja Rana Mese. Kemudian Raja Rana Mese memerintahkan semua rakyatnya untuk pergi ke Teber dan membangun compang serta menyusun pagar menggunakan batu-batuan dari wae laku dan wae leras. Pagar batu tersebut sudah hampir selesai dibuat dalam tempo satu malam ketika anjing piaraan Kae Anu datang dari kebun dan menyalak serta menggonggong para mahluk halus tersebut. Karena takut dengan anjing, para mahluk halus tersebut berlari kembali ke Rana Hembok. Sampai sekarang pagar dari batu serta compang yang dibangun oleh darat tersebut masih ada di pelataran rumah gendang desa compang Teber,Manggarai Timur. created Buku Budaya dan Ragam Cerita Rakyat Manggarai Timur memerikan secara ringkas kebermaknaan kebudayaan sebagai jendela dunia masyarakat Manggarai Timur, sebagaimana tercermin dalam tujuh puluh empat teks cerita rakyat yang terinventarisasi berdasarkan judul dan isi cerita dalam dua bahasa bahasa lokal dan bahasa Indonesia. Cerita rakyat tersebut diwadahi dalam enam bahasa lokal yang hidup berdampingan di wilayah Kabupaten Manggarai Timur. Keenam bahasa lokal dimaksud adalah bahasa Manggarai, bahasa Manus, bahasa Kolor atau Mbaen, bahasa Rongga, bahasa Rajong, dan bahasa Kepo. Selain itu, cerita rakyat Manggarai Timur itu terklasifikasi menjadi tiga tipe yang meliputi mitos, legenda, dan yang sarat dengan nilai kearifan lokal ini merupakan bagian dari penelitian Optimalisasi Potensi Tradisi Lisan untuk Menciptakan Sumber Belajar bagi Para Siswa di Manggarai Timur pada tahun ke-1 dari dua tahun pelaksanaan 2022 dan 2023 yang dibiayai Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi. Tim pelaksana penelitian adalah tim dosen Universitas PGRI Mahadewa Indonesia dengan komposisi Ni Wayan Sumitri sebagai ketua tim serta Ni Wayan Widiastuti dan Ni Wayan Sudarti sebagai cerita yang tersaji dalam buku berisi empat bab ini penuh dengan muatan nilai etika moral yang diharapkan bisa mengisi kekosongan sumber belajar bagi para siswa di Manggarai Timur dalam upaya menunjang pembelajaran pendidikan karakter bangsa berbasis bahasa dan budaya lokal Manggarai Timur. Bersamaan dengan itu, diharapkan pula agar buku yang mendokumentasikan budaya dan ragam cerita rakyat Manggarai Timur ini juga bermanfaat bagi pihak di luar masyarakat Manggarai Timur untuk mengenal cerita rakyat Nusantara karena mekanisme penyajian teks cerita disertai dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Dalam kaitan dengan lingkungan hidup , falsafah masyarakat Manggarai- Nusa Tenggara Timur memiliki perhatian kepada lingkungan hidup lebih kepada aspek etika. Etika adalah salah satu cabang filsafat yang mempelajari baik dan buruknya tindakan manusia. Dalam kaitan dengan lingkungan, manusia memiliki pandangan bahwa dirinya merupakan bagian dari alam. Dalam diri masyarakat Manggarai-NTT, tertanam lima pilar utama yang diyakini sebagai penopang kehidupan mereka. Lima pilar utama ini antara lain Alam adalah Wae Bate Teku Mata Air Sumber Hidup yang memiliki empat elemen penting didalamnya yakni Mbaru Bate kaeng Rumah, Natas Bate Labar Halaman, Compang Bate Mesbah Persembahan, dan Uma Bate Duat Kebun. Mata air sumber kehidupan ini diyakini bersumber dari Puar Hutan dan Satar Padang yang kemudian menjadi tugas Masyarakat manggarai untuk menjaga dua sumber mata air ini. Tugas ini terungkap dalam syair yang sering dibawakan dalam lagu upacara adat “Neka poka puar rantang mora usang, neka tapar sata rantang mata kaka puar, kudut kembus kid wae teku, mboas kid wae woang” Arti “Janganlah membakar hutan agar jangan sampai hujan hilang Jangan membakar padang agar jangan mati binatang hutan Supaya air minum tetap membual dari sumbernya Dan air kehidupan tetap tersedia dengan melimpah”.Barat, 2009 Hutan bagi masyarakat Manggarai dianggap sebagai Ende Ibu dan Ema Bapak dari kehidupan. Kampung tempat manusia Manggarai hidup dan beraktifitas memiliki hubungan erat dan tak terpisahkan dengan hutan. Hutan merupakan sumber makanan danminuman yang takkan pernah habis. Sedangkan manusia Manggarai dan kampung mereka merupakan hasil Perkawinan Kosmos. Nenek moyang masyarakat manggarai percaya bahwa roh leluhur yang menurunkan manusia yang tinggal di kampung dan hutan sebenarnya berasal dari Poco Gunung. Karena itu, hutan dan gunungnya dipandang sebagai Ibu dan Bapa Kosmos yang memberi dan menghasilkan kehidupan terutama air. Karena itu, hutan dipandang sebagai Ata Rona Pemberi Wanita sekaligus pemberi kehidupan.Barat, 2009 Dalam ritus mendirikan Rumah Gendang Rumah Baru, ada bagian acara yang disebut Siri Bongkok Mengambil Tiang Utama di hutan untuk dijadikan Siri Bongkok Tiang Utama dari rumah adat. Kegiatan mengambil kayu tiang utama ini untuk dibawa ke kampung disebut RokoMolas Poco Membawa Lari Gadis Gunung. Kayu dipercaya sebagai Beo Perempuan yang di pinang untuk bersama-sama merawat, mengasuh, dan memelihara anak manusia yang berada dikampung. Maka bagi orang manggarai, rumah adalah simbol manusia, bagian kayu utama merupakan simbol perempuan, sedangkan bagian kepala atau Ngando adalah laki-laki.Barat, 2009 Dari falsafah masyarakat Manggarai tentang manusia dan lingkungan tempatnya tinggal ini dapat ditarik sebuah makna terdalam bahwa manusia dan lingkungannya adalah sebuah ikatan yang tak dapat dipisahkan, memiliki hubungan timbal balik dan tentunya saling berinteraksi dalam menciptakan sebuah kehidupan. Tanpa manusia, alam hanya Objek yang tak terjamah sedangkan tanpa alam, manusia adalah subjek yang tak bekerja Nulla-Opus. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free BOOK CHAPTER KOMUNIKASI LINGKUNGAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL Editor Iriana Bakti Suwandi Sumartias Priyo Subekti Copyright 2020, Pusat Studi Ilmu Lingkungan Fikom UNPAD Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau meperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Penerbit. Cetakan 1, Januari, 2020 Diterbitkan oleh Unpad Press Graha Kandaga, Perpustakaan Unpad Lt 1 Jl. Raya Bandung Sumedang Km 21 Bandung 45363 e-mail press Anggota IKAPI dan APPTI Editor Iriana Bakti, Suwandi Sumartias, Priyo Subekti Tata Letak Priyo Subekti Desainer Sampul Delly Ramdani Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan KDT Komunikasi Lingkungan berbasis Kearifanl Lokal / Editor Iriana Bakti, Suwandi Sumartias, Priyo Subekti Penyunting, -Cet. 1– Bandung; Unpad Press; 150h; 21 cm ISBN 978-602-439-751-7 I Komunikasi Lingkungan berbasis Kearifan Lokal II. Iriana Bakti, Suwandi Sumartias, Priyo Subekti Subekti 2 DAFTAR ISI FALSAFAH SUNDA SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT KAMPUNG NAGA DALAM MELESTARIKAN LINGKUNGAN .................................................... 4 Elfira Rosa Juningsih, Uud Wahyudin, Priyo Subekti .................................................. 4 GERAKAN SOSIAL BARU DALAM UPAYA MENGURANGI SAMPAH DI KABUPATEN BANDUNG BARAT ............................................................................ 12 Meria Octavianti ........................................................................................................ 12 KAMPANYE GERAKAN KURANGI PISAHKAN DAN MANFAATKAN SAMPAH KANG PISMAN DI KOTA BANDUNG ................................................................... 20 Alwin Fiqri Lafansyah, Yanti Setianti, Anwar Sani .................................................... 20 ANTARA BENCANA DAN PENDIDIKAN KEBENCANAAN .................................. 28 Priyo Subekti, Iriana Bakti ......................................................................................... 28 KOMUNIKASI LINGKUNGAN LEWAT CERITA RAKYAT DI YOUTUBE ........... 37 Rachmaniar, Renata Anisa ......................................................................................... 37 MEMAHAMI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT MANGGARAI NTT DALAM MELINDUNGI LINGKUNGAN .................................................................................. 44 Felisianus Efrem Jelahut, Uud Wahyudin, Atwar Bajari ............................................. 44 KOMUNIKASI LINGKUNGAN MELALUI TRADISI BABAKTI MENYELAMATKAN MATA AIR IRUNG IRUNG DI DESA CIHIDEUNG KECAMATAN PARONGPONG KABUPATEN BANDUNG ..................................... 52 Iriana Bakti, Aat Ruchiat Nugraha ............................................................................. 52 “李子柒 LIZIQI CHANNEL MENGANGKAT KEARIFAN LOKAL MELALUI MEDIA SOSIAL ........................................................................................................... 60 Eni Maryani ............................................................................................................... 60 PAMALI, KEARIFAN LOKAL UNTUK MENJAGA KELESTARIAN ALAM .......... 70 Rinda Aunillah Sirait, Dian Wardiana Sjuchro ........................................................... 70 KERANJANGSEGAR PASAR TRADISIONAL ONLINE RAMAH LINGKUNGAN ............................................................................................................ 79 Cut Meutia Karolina, & Eni Maryani ......................................................................... 79 PELAKSANAAN PROGRAM SATAPOK SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BAGI MASYARAKAT DI KECAMATAN BANJARAN..... 87 Yustikasari,Iriana Bakti,Feliza Zubair ........................................................................ 87 KEARIFAN LOKAL DALAM PROMOSI KESEHATAN RESPON KHALAYAK SASARAN TERHADAP VIDEO “Apadeng e Kakos!”................................................. 95 Ima Hidayati Utami, Susanne Dida, Purwanti Hadisiwi, Bambang Dwi Prasetyo ....... 95 3 UPAYA KAMPANYE SANITASI YANG BERBASISKAN KEARIFAN LOKAL ... 107 Aat Ruchiat Nugraha, Iriana Bakti ........................................................................... 107 PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENANGANAN DEGRADASI LINGKUNGAN .......................................................................................................... 115 Iwan Koswara .......................................................................................................... 115 PERAN KEARIFAN LOKAL DALAM STRATEGI KOMUNIKASI LINGKUNGAN.................................................................................................................................... 122 Yuliani Dewi Risanti, Putri Trulline ......................................................................... 122 KEMENKES RI DALAM MENGANGKAT KEARIFAN LOKAL DAN KOMUNIKASI LINGKUNGAN INDONESIA .......................................................... 129 Ditha Prasanti, Kismiyati El Karimah ...................................................................... 129 KEARIFAN LOKAL “Se Aman Jii” PADA SUKU ASMAT SEBAGAI CARA MENJAGA LINGKUNGAN HIDUP .......................................................................... 138 Rafael Miku Beding, Uud Wahyudin, Agus Setiaman .............................................. 138 KEARIFAN LOKAL DALAM PENDIDIKAN MITIGASI BENCANA ..................... 143 Priyo Subekti, Suwandi Sumartias ........................................................................... 143 44 MEMAHAMI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT MANGGARAI NTT DALAM MELINDUNGI LINGKUNGAN Felisianus Efrem Jelahut, Uud Wahyudin, Atwar Bajari Universitas Padjadjaran uudwahyudin PENDAHULUAN Filsafat dan lingkungan hidup adalah dua hal yang berhubungan. Hubungan yang tercipta antara keduanya adalah hubungan substansial dan kausalitas. Substansial berarti berakar pada sumbu yang sama sedangkan kausalitas berarti saling terikat dalam hubungan sebab akibat. Substansial yang secara etimologis berasal dari kata Substare berdiri di bawah’ menguak paradigma dari kedua hal ini. Filsafat berakar dari refleksi manusia tentang alam. Sedangkan lingkungan hidup adalah wadah’ yang lebih luas yang berperan sebagai Primum Objectum Objek Pertama’ dari refleksi manusia. Maka bisa dikatakan bahwa substansi dari filsafat dan lingkungan hidup adalah Manusia. Manusia adalah makhluk berpikir Res Cogitans’ dan manusia adalah pusat dari lingkungan hidup. Kausalitas yang berarti sebab-akibat pun mewarnai paradigma dari filsafat dan lingkungan hidup. Lingkungan hidup menciptakan pertanyaan-pertanyaan bagi manusia untuk dicari kebenarannya melalui rasio/akal budi. Di sini terlihat jelas bahwa lingkungan hidup yang mewakili alam menjadi sebab dan filsafat menjadi akibat adanya lingkungan hidup tersebut. Dapat juga dibalikkan paradigma ini menjadi filsafat sebagai sebab manusia untuk terus bertanya dan mencari tentang alam semesta dan lingkungan hidup yang penuh misteri ini. Untuk memperjelas tesis di atas tentang adanya hubungan substansial dan kausalitas, maka akan dijelaskan menurut perkembangan filsafat yang benar dimulai dari refleksi terhadap alam semesta lingkungan hidup. Jauh setelah kelahiran filsafat yang bersumber pada alam semesta dan pernyataan tentang adanya hubungan substansial dan kausalitas keduanya, filsafat sampai pada refleksi tentang kebudayaan. Kebudayaan dan filsafat memang timbul dari sebab yang masing-masing berbeda, namun keduanya memiliki kesamaan subject yakni manusia. Ranah esensi manusia adalah rasio berpikirnya sedangkan ranah eksistensi manusia ada dalam kebudayaan. Seorang filsuf yang memiliki rasio yang baik dan murni seperti Thales, hidup dalam kebudayaan tertentu yakni Yunani. Kebudayaan Yunani melatarbelakangi kehidupan dan gaya berpikirnya. Manusia dan kebudayaan juga tak dapat dipisahkan. Dari paradigma pemikiran filsafat, kebudayaan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan kecakapan-kecakapan adat, akhlak, kesenian, dan ilmu yang dimiliki manusia sebagai subjek masyarakat, warisan sosial atau tradisi, pembinaan nilai dan realisasi cita-cita dan juga merupakan tata hidup Way Of Life’ dari manusia Bakker SJ, 1984. Dari definisi ini, kebudayaan jelas berakar pada manusia dan kehidupannya. Kehidupan dan manusia tak dapat dipisahkan. Manusia berfilsafat, kefilsafatan manusia pasti berakar pada kebudayaan tempat ia dilahirkan dan hidup. 45 Indonesia adalah Negara yang terdiri dari beberapa kebudayaan. Keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia sudah terkenal sampai ke seluruh dunia. Salah satu kebudayaan yang ada dalam negara Indonesia adalah kebudayaan Flores-Nusa Tenggara Timur. Kebudayaan flores sendiri terdiri lagi dari beberapa sub-kebudayaan yang ada didalamnya. Sub kebudayaan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah sub kebudayaan Manggarai. Seperti kebudayaan-kebudayaan lain yang tersebar di seluruh dunia, kebudayaan Manggarai memiliki kearifan lokal berupa ajaran tentang penghargaan terhadap alam lingkungan tempat mereka hidup beserta ajaran-ajaran yang khas tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup sebagai tempat tinggal. Kearifan lokal berupa ajaran-ajaran ini kemudian mendasari kehidupan orang Manggarai dari aspek perlindungan lingkungan hidup. PEMBAHASAN Secara historis, alam dan filsafat adalah sebuah kesatuan yang memiliki hubungan timbal balik dari segi causalitas sebab-akibat. Filsafat pada awalnya muncul di Yunani dengan menjawab pertanyaan awal tentang hakikat dari alam semesta ini. Awalnya orang-orang Yunani, sebagai mana halnya masyarakat adat di seluruh dunia ini berusaha memahami alam semesta dengan berbagai penjelasan yang dikenal sebagai mitos atau cerita dongeng. Lama kelamaan mitos-mitos ini tidak memuaskan lagi dan dianggap tidak masuk akal. Ada banyak sekali hal-hal yang mengagumkan dan mengherankan tentang alam semesta ini, yang tidak bisa lagi dijelaskan dengan mitos. Karena itu muncullah berbagai upaya untuk menjelaskan dan memahami alam semesta secara baru yang kemudian dikenal sebagai filsafat Yasser, 2014 Xenophanes, Anaximenes, Anaximandros, Heracleitos, Socrates, Plato dan Aristoteles adalah beberapa filsuf besar di abad ke-6 sampai ke-4 SM yang berusaha menjelaskan secara baru alam semesta. Dengan itu pula lahirlah filsafat untuk pertama kali sebagai cara baru untuk menjelaskan dan memahami alam semesta ini. Karena pertanyaan dan pergumulan para filsuf pertama ini berkaitan dengan alam, mereka disebut sebagai filsuf-filsuf alam Wibowo, 2016. Pergumulan para filsuf ini melahirkan sebuah paradigma baru yang membagi alam menjadi dua bagian besar yakni macrocosmos Jagat besar dan microcosmos Jagat Kecil. Jagat besar mewakili sejumlah tatanan jagat raya yang dari segi ukuran dan keluasan, lebih besar dan ruang lingkupnya mengelilingi manusia. Sedangkan jagat kecil bisa dikatakan sebagai perwujudan dari manusia itu sendiri secara individu. Dalam penjabaran masa kini tentang pembagian dua elemen alam semesta ini, diketahui bahwa keduanya memiliki hubungan yang kuat dan saling berkaitan satu sama lain. Lingkungan hidup manusia memberikan segala kebutuhan bagi manusia untuk dapat terus bertahan hidup. Sedangkan manusia sendiri dituntut untuk selalu melestarikan, merawat dan memelihara alam semesta agar menjadi “rumah” yang nyaman bagi kehidupannya sendiri. Sampai saat ini, arus globalisasi membuat manusia kehilangan kesadaran utamanya sebagai pemilik dari lingkungan tempat tinggalnya. Kehendak bebas manusia membuatnya 46 lupa bahwa lingkungan adalah rumah yang harus ia rawat agar kehidupannya dapat terus berlangsung. Manusia kini justru menjadi aktor utama kerusakan lingkungan tempatnya hidup. Sampah berserakan dimana-mana, hutan yang menjadi “paru-paru” kehidupan manusia digundulkan; akibatnya daya peresapan air hujan oleh tanah menjadi terganggu dan terjadilah banjir. Manusia menjadi tidak bertanggung jawab lagi atas tempat tinggalnya yakni lingkungan itu sendiri. Interaksi manusia dan alam justru terganggu dengan ulah manusia sebagai Causa Primum sebab pertama dari kerusakan lingkungan hidup. Dari sinilah hakikat manusia sebagai bagian dari alam semesta mulai dipertanyakan. Faktor-faktor kebudayaan membentangkan interaksi dan interplay manusia dan alam yang begitu kompleks dan rumit. Alam sekitar mendorong manusia untuk memperkembangkan daya budinya dengan akibat, bahwa dia sendiri menciptakan alam sekitarnya. Habitat dijadikan ekosistem dan biome dijadikan masyarakat. Untuk menguraikan nisbah serba ganda yang tampak dalam proses kebudayaan itu, para ahli seringkali mengudik ke sumber kebudayaan yang dimana dia sendiri masih berdiri pada taraf sederhana. Tetapi bagaimanapun juga metodenya, soal faktor-sektor kebudayaan menerangkan sedikit masalah tentang lahirnya kebudayaan. Masalah itu dirumuskan sebagai berikut Mengapa manusia, setelah sudah menghuni bumi paling kurang tahun lamanya, baru saja menciptakan kehidupan kira-kira 5000 tahun yang baru lalu ini? Teng, 2017 Dan juga sebagaimana menerangkan bahwa revolusi kebudayaan neolitis pertama ini, dengan segala implikasinya baru diatasi beberapa abad lalu, dan diganti oleh akselerasi kebudayaan terus-menerus dan bersifat ganda? Karena identitas dan budi cipta manusia dalam seluruh zaman itu agaknya sama, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini diharapkan dari usaha meneropong faktor-faktor kebudayaan. Masalah terjadi dan berlangsungnya kebudayaan diteliti, karena mengandung arti bagi masa depan kebudayaan juga. Dari segala sudut, para ahli meneliti masalah itu juga. Kerapkali mereka mengeluarkan pernyataan-pernyataan mutlak yang tak tahan uji dari akal kritis. Kerapkali juga mereka berhasrat menerangkan segala-galanya dari satu sudut, segi atau sebab Monocausal, yang bertentangan dengan dalil-dalil filsafat sehat. Bila hasil dari penyelidikan mereka direlativasikan dan digabungkan dengan hasil-hasil penyelidikan lain, lalu dilengkapi dengan mengisi kekurangan-kekurangan , karya mereka menyumbangkan bagi pengertian kebudayaan. Manusia dan alam adalah elemen yang terus berinteraksi dalam kebudayaan. Kebudayaan menjadi wadah dan landasan utama bagi manusia dan alam yang berinteraksi. Kebudayaan juga menjadi kunci utama bagaimana bentuk relasi ini nyata dan terwujud dalam berbagai perspektifnya. Tanpa kebudayaan, interaksi manusia dan alam menjadi samar dan kekurangan landasan. Oleh karena itu, untuk memahami lebih jelas tentang interaksi ini, kebudayaan menjadi unsur yang tepat bagaimana permasalahan manusia dan alam yang terjadi menjadi kompleks dan rumit seiring perkembangan zaman ini. Suatu pendasaran filosofi masyarakat Manggarai Nusa Tenggara Timur adalah kepercayaan kepada ruh-ruh nenek moyang. Dalam bahasa Manggarai, ruh-ruh nenek 47 moyang itu disebut Empo atau Andung. Lain istilah ialah Poti berarti ruh-ruh orang yang meninggal pada umumnya. Ruh-ruh itu dianggap menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia, ialah dalam tiang rumah, dalam sebuah perigi, di simpangan jalan, dalam sebuah pohon besar di halaman rumah dan lain sebagainyaKoentjaraningrat, 2007 . Kecuali ruh-ruh nenek moyang dan ruh-ruh orang yang telah meninggal pada umumnya, orang Manggarai juga percaya kepada makhluk-makhluk halus yang menjaga rumah dan halaman, yang menjaga desa Naga Golo’, yang menjaga tanah pertanian Naga tana’dan sebagainya. Ruh-ruh halus ini disebut ata pelesina makhluk-makhluk yang berada didunia lain. Kecuali itu, ada juga kepercayaan kepada makhluk-makhluk halus yang menguasai hutan,sungai,sumber-sumber mata air dan sebagainya; yang semua itu disebut dengan ata darat. Banyak dari ata palesina atau darat tersebut dihubungi dalam upacara-upacara kesuburan atau upacara-upacara pertanian. Semua ruh dan makhluk halus tadi, bisa bersifat baik atau jahat dan menjadi sebab dari penyakit, bencana dan kematian, kalau tidak diperhatikan pada saat-saat dan cara-cara yang telah ditentukan oleh adat. Adapun ruh-ruh yang memang jahat sifatnya adalah Jin atau setan Koentjaraningrat, 2007. Dalam kaitan dengan lingkungan hidup , falsafah masyarakat Manggarai- Nusa Tenggara Timur memiliki perhatian kepada lingkungan hidup lebih kepada aspek etika. Etika adalah salah satu cabang filsafat yang mempelajari baik dan buruknya tindakan manusia. Dalam kaitan dengan lingkungan, manusia memiliki pandangan bahwa dirinya merupakan bagian dari alam. Dalam diri masyarakat Manggarai-NTT, tertanam lima pilar utama yang diyakini sebagai penopang kehidupan mereka. Lima pilar utama ini antara lain Alam adalah Wae Bate Teku Mata Air Sumber Hidup yang memiliki empat elemen penting didalamnya yakni Mbaru Bate kaeng Rumah, Natas Bate Labar Halaman, Compang Bate Mesbah Persembahan, dan Uma Bate Duat Kebun. Mata air sumber kehidupan ini diyakini bersumber dari Puar Hutan dan Satar Padang yang kemudian menjadi tugas Masyarakat manggarai untuk menjaga dua sumber mata air ini. Tugas ini terungkap dalam syair yang sering dibawakan dalam lagu upacara adat “Neka poka puar rantang mora usang, neka tapar sata rantang mata kaka puar, kudut kembus kid wae teku, mboas kid wae woang” Arti “Janganlah membakar hutan agar jangan sampai hujan hilang Jangan membakar padang agar jangan mati binatang hutan Supaya air minum tetap membual dari sumbernya Dan air kehidupan tetap tersedia dengan melimpah”.Barat, 2009 Hutan bagi masyarakat Manggarai dianggap sebagai Ende Ibu dan Ema Bapak dari kehidupan. Kampung tempat manusia Manggarai hidup dan beraktifitas memiliki hubungan erat dan tak terpisahkan dengan hutan. Hutan merupakan sumber makanan dan 48 minuman yang takkan pernah habis. Sedangkan manusia Manggarai dan kampung mereka merupakan hasil Perkawinan Kosmos. Nenek moyang masyarakat manggarai percaya bahwa roh leluhur yang menurunkan manusia yang tinggal di kampung dan hutan sebenarnya berasal dari Poco Gunung. Karena itu, hutan dan gunungnya dipandang sebagai Ibu dan Bapa Kosmos yang memberi dan menghasilkan kehidupan terutama air. Karena itu, hutan dipandang sebagai Ata Rona Pemberi Wanita sekaligus pemberi kehidupan.Barat, 2009 Dalam ritus mendirikan Rumah Gendang Rumah Baru, ada bagian acara yang disebut Siri Bongkok Mengambil Tiang Utama di hutan untuk dijadikan Siri Bongkok Tiang Utama dari rumah adat. Kegiatan mengambil kayu tiang utama ini untuk dibawa ke kampung disebut RokoMolas Poco Membawa Lari Gadis Gunung. Kayu dipercaya sebagai Beo Perempuan yang di pinang untuk bersama-sama merawat, mengasuh, dan memelihara anak manusia yang berada dikampung. Maka bagi orang manggarai, rumah adalah simbol manusia, bagian kayu utama merupakan simbol perempuan, sedangkan bagian kepala atau Ngando adalah laki-laki.Barat, 2009 Dari falsafah masyarakat Manggarai tentang manusia dan lingkungan tempatnya tinggal ini dapat ditarik sebuah makna terdalam bahwa manusia dan lingkungannya adalah sebuah ikatan yang tak dapat dipisahkan, memiliki hubungan timbal balik dan tentunya saling berinteraksi dalam menciptakan sebuah kehidupan. Tanpa manusia, alam hanya Objek yang tak terjamah sedangkan tanpa alam, manusia adalah subjek yang tak bekerja Nulla-Opus. Menurut Soemarwoto dalam Rusdina, 2015, membahas tentang filsafat lingkungan hidup tidak terlepas dari ekologi itu sendiri. Inti dari Permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya adalah manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya disebut ekologi. Oleh karena itu, permasalahan lingkungan hidup pada hakikatnya adalah permasalahan ekologi. Istilah ekologi pertama kali digunakan oleh Haeckel 1860 yang berprofesi sebagai seorang ahli ilmu hayat. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu Oikos yang berarti Rumah dan Logos yang berarti ilmu. Karena itu secara harfiah, ekologi berarti ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup. Konsep Deep Ecology dalam pengaturan hukum lingkungan H. Lingkungan, 2015 menghadirkan paradigma pertama yang membahas tentang ekologi. Dalam kajian ini ekologi dipandang lebih kepada kesadaran manusia sebagai bagian dari lingkungan itu sendiri. Ekologi yang berarti hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya akan menjadi objek yang mati apabila tidak didasarkan pada peran aktif manusia dalam bentuk perwujudan kesadarannya. Ekologi memiliki hubungan dengan etika. Menurut Sudriyanto dalam Santosa, 1993, Pandangan kosmologis menghadirkan paradigma baru tentang tingkah laku manusia sebagai peletak dasar dari hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Berbicara mengenai Ekologi tak akan pernah akan menemukan inti persoalannya apabila tidak berlandaskan etika manusia dalam mengelolah lingkungannya. Etika adalah ajaran tentang 49 baik dan buruknya perilaku manusia, hal ini akan tergambar jelas dari kenyataan ekologis yang ditawarkan manusia dalam relasinya tersebut. Pada kajian filosofis terhadap pemikiran Human Ecology dalam pengelolaan sumberdaya alam, ekology memiliki relasi dengan manusia dalam pengeloaan sumberdaya alam J. M. D. A. N. Lingkungan, 2013. Sifat Antro-Ekologis-Falsafati atau Human Ecology, adalah unsur yang harus ada dalam diri manusia dalam kesadarannya akan tanggung jawab pengelolaan lingkungan. Hal ini menegaskan kaitan antara Ekologi dan manusia yang dimana manusia sebagai subyek harus sadar akan tanggungjawab utamanya dalam ekologi itu sendiri sebagai subjek. Menurut Eckersley dalam jurnal Sampah & Muthmainnah, 2016, masih dalam tataran pembahasan tentang ekologi, model Ecological Modernization menghadirkan pola End Of Pipe yang berarti mengelolah limbah dari hasil pengelolahan sampah. Pola ini adalah tindaklanjut dari terobosan ekologi di zaman modern yang bersifat langsung menangani masalah sampah yang merupakan salah satu penyebab rusaknya lingkungan hidup manusia. Filosofi kebudayaan juga memberikan sumbangsih dasar tentang lahirnya kebudayaan dalam diri setiap manusia yang juga berfilsafat. Filsafat kebudayaan sendiri memberikan sebuah paradigma berpikir bahwa, manusia yang berfilsafat tentu saja berbudaya, filsafat lahir dari manusia yang berbudaya, dan kebudayaan menjadi sorotan penting dalam salah satu kajian manusia yang berfilsafat. Filsafat kebudayaan juga menghadirkan refleksi tentang kebudayaan yang ada di dunia ini, salah satunya adalah kebudayaan Manggarai- Nusa Tenggara Timur. Masyarakat Manggarai memiliki filosofi kebudayaan yang sangat dekat dengan keharusan manusia untuk merawat lingkungan tempatnya tinggal. Mereka percaya bahwa dalam setiap unsur yang ada di alam/lingkungan, berdiam ruh-ruh nenek moyang yang memberi mereka hidup. Dari mata air dan hutan yang bagi mereka memiliki “penjaga’ nya, membantu kelangsungan hidup masyarakat manggarai sendiri. Mereka percaya bahwa kehadiran wujud tertinggi” mereka beserta arwah-arwah nenek moyang, turut menjaga mereka sejalan dengan cara lingkungan dan alam memberikan makanan dan minuman serta kenyamanan hidup. Tugas masyarakat manggarai adalah melestarikan alam tersebut agar ruh-ruh yang ada didalamnya dapat terus membantu dan bersahabat. Dampak sebaliknya yang timbul apabila masyarakat manggarai sendiri merusak lingkungan tempatanya tinggal, yang notabenenya adalah tempat ruh-ruh nenek moyang mereka tinggal, maka menuirut kepercayaan setempat, akan datang musibah yang merupakan amarah dari ruh-ruh tersebut yang akan berakibat buruk bagi masyarakat sendiri. Hal ini menghadirkan paradigma sendiri bagi kita yang akan mengaitkan filosofi ini dengan lingkungan sekitar kita. Daya dukung lingkungan yang menjadi syarat penting terwujudnya pelestarian lingkungan di Indonesia adalah kewajiban setiap masyarakat yang berbudaya, berfilsafat dan bereksistensi dalam lingkungannya. Akar pemikiran yang bisa mewujudkan kesadaran tentang ekologi dalam perwujudan peningkatan mutu lingkungan di Indonesia dapat diambil dari Filosofi kebudayaan masyarakat manggarai-Nusa Tenggara Timur. Secara 50 garis besar, filosofi masyarakat manggarai ini, mengandung arti bahwa manusia harus menjaga lingkungan tempatnya tinggal. Apabila manusia tidak bertanggungjawab dengan lingkungannya, maka musibah akan datang bagi manusia. Filsafat selalu menghadirkan pertanyaan bahkan dalam setiap jawaban yang ada. Jawaban dari setiap pertanyaan filsafat yang mungkin tidak lagi menimbulkan pertanyaan adalah apabila manusia sudah mewujudkan Res Cogitans Makhluk berpikir nya menjadi Res Factum Makhluk bereksistensi. Kebenaran adalah persesuaian antara pikiran manusia dan realita yang diamatinya, kebenaran bahwa kita manusia telah melestarikan lingkungan dalam mewujudkan daya dukung lingkungan sebagai faktor penting dalam ekologi adalah dengan bertindak dan menghadirkan nuansa bekerja Opus sesuai dengan pola pikir yang diajarkan kebudayaan tempat kita juga bereksistensi. PENUTUP Opustare Ergo Sum, Saya Bekerja, Maka saya Ada. Inilah hal yang perlu dilakukan oleh kita selaku masyarakat yang berbudaya dan berfilsafat. Bekerja menjadi eksistensi kita saat ini. Kita adalah pekerjaan itu sendiri, dimana kita tidak lagi memandang sebuah pekerjaan sebagai sesuatu yang ada diluar diri kita sehingga tidak kita wujudkan. Kita dan pekerjaan adalah keakraban substansial dan kausalitas. Pekerjaan dalam paradigma ini adalah merawat alam tempat kita tinggal khususnya melestarikan lingkungan yang ada pada Negara kita. Perwujudan dari upaya pelestarian lingkungan hidup di Indonesia adalah pertama, pemaknaan terhadap Filsafat yang menjadi bertolak dari refleksi tentang alam semesta atau lingkungan oleh para filsuf alam. Kedua, pemahaman terhadap interaksi antara entitas kebudayaan dan manusia yang menghadirkan paradigma berbudaya sebagai latar belakang setiap tindakan manusia dalam kaitannya dengan lingkungan tempat dia hidup dan berkembang. Ketiga, mengenal kebudayaan Manggarai sebagai salah satu sumber filosofi tentang interaksi manusia dengan alam sekitarnya yang juga berujung pada keharusan manusia untuk merawat lingkungan sebagai pemberi kehidupan. Keempat, mengupayakan kerjasama kebudayaan dalam menciptakan daya dukung lingkungan bagi Kebaikan global’ sebagai upaya terakhir perawatan lingkungan sebagai perwujudan komunikasi lingkungan. Keenam, menyadari bahwa landasan filosofi kebudayaan seperti Manggarai-Nusa Tenggara Timur hadir untuk mewakili kebudayaan-kebudayaan lain yang ada di Indonesia, memiliki upayanya sendiri dalam perwujudan pelestarian ekologi . Dengan melaksanakan kiat-kiat ini, pelestarian lingkungan dapat menjadi hal yang nyata dan terbukti. 51 DAFTAR PUSTAKA Barat, F. 2009. Ekologi dan Budaya. Bakker SJ. 1984. Filsafat Kebudayaan, Sebuah Pengantar. Filsafat Kebudayaan, Sebuah Pengantar. Koentjaraningrat. 2007. “Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia.” In Djambatan. Lingkungan, H. 2015. Jurnal Penelitian Hukum Supremasi Hukum, ISSN 1693-766X, Vol. 24, No. 2, Agustus 2015. 242. Lingkungan, J. M. D. A. N. 2013. Kajian filosofis terhadap pemikiran human- ekologi dalam pemanfaatan sumberdaya alam Philosophical Studies of Human Ecology Thinking on Natual Resource Use. Jurnal Manusia Dan Lingkungan, 201, 57–67. Rusdina, A. 2015. Membumikan etika lingkungan bagi upaya membudayakan pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab. Jurnal Istek, 92, 244–263. Sampah, P. P., & Muthmainnah, O. L. 2016. Tinjauan Filosofis Problema Pengelolaan Sampah. Jurnal Filsafat, 181, 39–50. Santosa, H. 1993. Refleksi atas etika lingkungan johan galtung. 132–140. Teng, H. 2017. Filsafat kebudayaan dan sastra dalam perspektif sejarah. Jurnal Administrasi Dan Kebijakan Kesehatan Indonesia. Wibowo, A. S. 2016. Pengantar Sejarah Filsafat Yunani Platon. Makalah. Yasser, M. 2014. Etika Lingkungan dalam Perspektif Teori Kesatuan Wujud Teosofi Transenden. Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Yasserdiv> Abstract The study of environmental ethics based on the theory of oneness of being of Transcendent Theosophy has frontally criticizes modern scientific paradigm which is anthropocentric in character. This particular perspective believes that only man who posses value in itself intrinsic value, while other being posses only instrumental value in relation to man interests. On the other hand, it also criticizes the ecocentric perspective which considers nature to posses her own value independently from man. The principle of oneness of being wahdat al-wujūd is the main ontological argumentation used by muslim philosophers, including Mulla Sadra as the founder of Transcendent Theosophy, in answering all cosmological questions and concerns throughout the ages. The Transcendent Theosophy itself is a relatively new perspective in the tradition of Islamic philosophy, which is based on a creative synthesis and harmonization of nearly all the earlier schools. Keywords oneness of being, transcendent theosophy, anthropocentrism, ecocentrism, theocentrism, ontocentrism Abstrak Etika lingkungan berdasarkan pada kesatuan wujud Teosofi Transenden merupakan kritik terhadap paradigma modern yang bercorak antroposentris. Perspektif ini memiliki keyakinan bahwa hanya manusia yang memiliki nilai di dalam dirinya nilai intrinsik sedang nilai yang terdapat pada alam semata instrumental dalam kaitannya dengan kepentingan manusia. Di sisi lain ia juga mengkritik pandangan ekosentrisme yang memandang alam memiliki nilainya sendiri terlepas dari kepentingan manusia. Prinsip kesatuan wujud oneness of being, waḥdat al-wujūd merupakan argumentasi ontologis para filsuf Muslim, termasuk di dalamnya Mulla Sadra sebagai pendiri aliran Teosofi Transenden. Teosofi Transenden sendiri merupakan perspektif yang relatif baru dalam tradisi filsafat Islam yang mendasarkan dirinya pada sintesis-kreatif dan harmonisasi semua aliran filsafat. Kata-kata Kunci kesatuan wujud, teosofi transenden, antroposentrisme, ekosentrisme, teosentrisme, ontosentrisme .

cerita rakyat manggarai timur